Oleh Dwi Jayanthi, S.Pd.Si ( Guru Prakarya UPT SMPN 7 Banjit).
Materi disampaikan Pada Pesantren Kilat Online Ramadhan di Radio Komunitas Pelita107,7 Mhz Kamis, 21 Maret 2024.
Puasa yang kita lakukan adalah ibadah kita kepada sang Pencipta yang memang memerintahkan kita untuk berpuasa. Maka perintah itu pun kita laksanakan sebagai bentuk ketaatan dan menjunjung tinggi segala perintah-Nya. Puasa pada makhluk hidup adalah di antara hakikat-hakikat ilmiah yang bisa diterima. Sesungguhnya yang berpuasa bukan hanya manusia saja. Karena para ilmuwan biologi telah membuktikan bahwa terdapat banyak makhluk hidup selain manusia menjalani puasa pada fase-fase kehidupan mereka, seperti: Unta, ular anaconda, beruang kutub, dan serangga.
Para ilmuwan juga menganggap bahwa puasa adalah suatu fenomena kehidupan alami, yang menjadikan kehidupan berjalan dengan lurus, sehat dan sempurna. Maka disini nampak dengan jelas hikmah kesehatan pada syariat puasa. Karena puasa membantu seluruh makhluk hidup untuk beradaptasi dengan makanan yang sangat sedikit dan membuatnya mampu menjalani kehidupan secara alami dan normal. Sebagiamana ilmu-ilmu pengetahuan modern menetapkan bahwa puasa juga melindungi makhluk hidup dari berbagai penyakit dan membantu penyembuhan secara efektif (Ahmad, 2008).
Di sini akan dibahas beberapa pernyataan dokter-dokter terkemuka di dunia, melalui penelitian dan karya ilmiah mereka, setelah mereka mengadakan penelitian tentang puasa.
Ibnu Sina, seorang filosof dan dokter muslim yang termasyur, mewajibkan puasa selama tiga minggu untuk beberapa kondisi penyakit yang ditanganinya. Pada prinsipnya, Ibnu Sina adalah sosok dokter jasmani dan psikolog rohani yang telah menjadi teladan bagi segenap dokter dan psikolog dunia. Resep pengobatannya tidak melulu obat herbal atau kimia. Justru Ibnu Sina sering menelaah sejumlah rutinitas ibadah seperti salat dan puasa yang sengaja diperintahkan Tuhan untuk dijalankan sebagai kewajiban normatif.
Dalam hal lain, Ibnu sina dalam menangani pasiennya, beliau terlebih dahulu melihat tentang sebab-sebab timbulnya penyakit tersebut dengan cara mengenali kejiwaan pasien tersebut. Menurut Ibnu Sina jiwa merupakan kesempurnaan awal, karena dengannya suatu spesies menjadi sempurna sehingga menjadi manusia nyata. Apabila jiwa tidak sehat, akan menyebabkan tubuh tidak sehat pula dan salah satu yang menjadikan jiwa sehat adalah dengan melakukan ibadah puasa (Muhammad, 2022).
Ibnu Sina memandang kebahagiaan dan kesehatan sejatinya hanya dapat terwujud melalui perbaikan bagian praktis dari jiwa atau perbaikan akhlak. Hal itu dapat dilakukan jika manusia berpegang teguh pada keutamaan, yaitu bersikap moderat di antara dua akhlak yang saling bertentangan. “keutamaan
adalah sikap tengah antara ifrath (sikap berlebihan) dan tafrith (sikap kurang). Apabila dalam melakukan ibadah puasa sikap berlebihan ini tidak dianjurakan, karena kalau berlebihan dalam mengkomsumsi makanan ketika berpuasa akan mengakibatkan tubuh tidak sehat. Begitu juga dengan sikap kurang dalam melakukam ibadah puasa yaitu dengan tidak melakukan sahur, apabila berpuasa dengan tidak melakukan sahur makan akan menyebabkan yang berpuasa menjadi lapar sehingga tidak bisa berkonsentrasi serta kehilangan vitalitas tubuhnya. Kondisi ini membuat ia tidak dapat mengendalikan emosinya. Jika sifat tengah ini terwujud, maka manusia dapat melepaskan diri dari kondisi-kondisi ketundukan atas hal-hal yang mendorong pada syahwat yang memerintahkannya untuk memperoleh kemenangan dan kemarahan. Sehingga yang dituntut dari perbaikan akhlak adalah memberikan kondisi dominan dan penghindaran pada jiwa, bukan ketundukan dan kepatuhan (Muhammad, 2022).
Shelton dalam bukunya tentang puasa, “Le Jeunu”, dan riset yang dilakukan oleh Lutzner H. dalam bukunya yang berjudul “Kembali Hidup Sehat dengan Puasa” yang diterjemahkan oleh dokter Thahir Ismail. Berikut ini adalah beberapa manfaat puasa, yaitu:
Puasa adalah bentuk relaksasi agar dapat melakukan perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi dalam anggota tubuh.
Puasa dapat menghentikan proses penyerapan sisa-sisa makanan di dalam usus lalu membuangnya. Karena tanpa adanya proses pembuangan sisa-sisa sari makanan ini, maka akan mengakibatkan penumpukan dan merubahnya menjadi racun. Sebagaimana juga puasa merupakan satu-satunya cara untuk membersihkan racun yang tertumpuk di dalam tubuh ataupun racun yang baru masuk melalui makanan yang terkontaminasi.
Dengan puasa, tubuh akan mampu menghancurkan zat-zat yang berlebihan dalam tubuh dan juga melarutkan endapan-endapan yang terdapat dalam jaringan tubuh manusia.
Puasa adalah alat untuk meremajakan dan mengembalikan vitalitas pada berbagai macam sel dan jaringan dalam tubuh.
Puasa dapat melancarkan proses pencernaan dan memudahkan penyerapan sari-sari makanan, serta menstabilkan proses masuknya makanan secara berlebihan.
Puasa adalah tehnik pengobatan yang manjur dan paling sedikit resikonya dalam mengobati berbagai macam penyakit yang terus berkembang. Puasa meringankan beban dalam sistem sirkulasi, begitu juga dapat menurunkan kadar lemak dan asam urat dalam darah. Sehingga tubuhpun terjaga dari kemungkinan terjadinya pembekuan pada pembuluh arteri (pembuluh darah berotot yang membawa darah dari jantung), encok, dan penyakit- penyakit lainnya yang berhubungan dengan masalah nutrisi, sirkulasi tubuh, dan penyakit jantung.
Demikianlah setelah tubuh berhasil membersihkan racun yang ada padanya dan mendapatkan kesempatan untuk melakukan relaksasi dengan sempurna melalui puasa, mulailah tubuh melakukan perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi pada jaringannya dan merapikan sistem pengaturan fungsi tubuh. Ini semua bisa dilakukan setelah tubuh mendapatkan kembali energinya dengan sempurna berkat proses relaksasi yang terjadi saat puasa (Zaglul, 2012).
Jadi, baik itu bentuk puasa medis maupun puasa syar’i memiliki tujuan sama dalam aturan waktu berpuasa, yaitu berkisar antara 12-14 jam. Karena waktu sepanjang ini merupakan waktu terjadinya proses penyerapan beberapa saat yang terjadi setelah makanan yang terakhir masuk ke dalam tubuh, yaitu sekitar lima jam setelah makan hingga masa setelah berakhirnya proses penyerapan yang memakan waktu sekitar 12 jam. Pada saat inilah semua mekanisme penyerapan dan metabolisme tubuh terstimulasi dengan seimbang. Sehingga proses penguraian glikogen, oksidasi dan penguraian lemak, serta proses penguraian protein dan pembentukan glukosa baru dari zat protein tersebut semuanya terstimulasi. Waktu sepanjang ini juga tidak mengakibatkan munculnya kelainan yang mengganggu fungsi organ-organ tubuh. Dan pada masa ini pula, otak, sel darah merah, organ saraf, semuanya hanya bergantung pada glukosa untuk mendapatkan energi.
Berdasarkan rangkaian pembahasan dapat dismpulkan bahwa:
Puasa merupakan cara yang terbaik untuk membersihkan racun yang tertumpuk di dalam tubuh ataupun racun yang baru masuk melalui makanan yang terkontaminasi. Karena ketika berpuasa, zat beracun yang tersimpan berpindah ke hati dalam jumlah besar. Disanalah zat-zat tersebut mengalami oksidasi (peristiwa pelepasan elektron, baik melibatkan oksigen ataupun tidak) dan bisa dimanfaatkan dengan mengeluarkan unsur racun dari zat-zat tersebut. Maka hilanglah racun yang ada dan langsung dikeluarkan dari tubuh melalui saluran pembuangan. Maka dari itu Allah SWT mensyariatkan puasa pada waktu siang bukan pada waktu malam, dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari, ini merupakan waktu-waktu seseorang sangat aktif, dimana proses kerja tenaga yang tersimpan dalam bentuk lemak dan glikogen juga terjadi di siang hari. Maka pada waktu inilah terjadi penaikan glukosa yang tersimpan dalam hati pada tubuh yang merupakan makanan yang paling baik bagi otak.
Jadi, telah jelas bahwa apabila kita melakukan puasa sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, maka kita akan senantiasa memperoleh keberkahan puasa yang akan dirasakan manfaatnya bagi kesehatan jasmani maupun rohani.
Daftar Pustaka:
1.Ahmad bin Abdul Aziz Al-Hushain. 2008. Ruh Puasa dan Maknanya. Pusataka elBA. Surabaya
2.Muhammad ‘Ustman Najati. 2002. Jiwa Dalam Pandangan Filosof Islam. Pustaka Hidayah. Bandung.
3.Zaglul An-Najjar dan Abdul Daim Kahil. 2012. Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah Al-quran dan Hadis. PT. Lentera Abadi. Jakarta.